Thursday, August 1, 2013

        
Eksklusivitas memang menjadi pedang bermata dua bagi developer yang berkecimpung di industri game. Di satu sisi, asosiasinya yang kuat dengan platform tertentu menjadi batasan untuk meraih keuntungan semaksimal mungkin lewat kuantitas game yang bisa dijual,
sementara di sisi lain, kerjasama yang kuat memungkinkan developer untuk mengembangkan dan memaksimalkan setiap potensi platform, terlepas dari keterbatasan spesifikasi yang ada. Untuk Playstation 3, tidak ada yang mampu mengalahkan game-game eksklusif racikan Naughty Dog. Setelah sukses dan tampil luar biasa lewat trilogi Uncharted yang memesona, Naughty Dog akhirnya beralih ke sebuah proyek baru yang benar-benar berbeda. Menjadi salah satu game yang paling diantisipasi di tahun 2013 ini, kesempatan untuk menjajal The Last of Us akhirnya tiba juga.

      Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu sudah memiliki sedikit gambaran apa yang sebenarnya ditawarkan oleh The Last of Us. Lupakan statusnya sebagai sebuah game yang dirilis untuk platform dengan teknologi lawas, karena Naugthy Dog berhasil menciptakan salah satu visualisasi game terbaik yang pernah kami temui. Proses mo-cap penuh dan voice acts yang luar biasa membawa Anda pada pengalaman tak ubahnya menikmati sebuah film interaktif berkualitas tinggi. Mengusung survival-horror sebagai genre utama, The Last of Us juga berkomitmen tinggi untuk mempertahankan ciri utama ini. Sumber daya yang terbatas, setiap ancaman yang siap untuk mengakhiri hidup Anda, hingga atmosfer yang tercipta, didesain untuk memperkuat denyut ini.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh The Last of Us? Mengapa kami menyebutnya sebagai kandidat game terbaik tahun ini?

Pada akhirnya, bukan perang nuklir, eksperimen kimia, ataupun serangan alien yang akan mengancam manusia di ambang kepunahan. Sebuah jamur kecil bernama Cordyceps lah yang menjadi malapetaka.
Perang nuklir? Eksperimen kimia yang bocor? Serangan alien? Musuh terbesar yang siap untuk mengancam eksistensi manusia justru terletak pada entitas kecil yang mungkin tidak terlihat signifikan dan tidak pernah digubris. Namun satu serangan sudah cukup untuk menenggelamkan umat manusia di batas kepunahan. Efek inilah yang dihasilkan oleh Cordyceps – sebuah jamur berbahaya yang tidak hanya tinggal di dalam sang inang, tetapi juga mampu merasuk ke otak dan mengendalikan tubuh inangnya tersebut. Jamur yang terkenal di dunia serangga ini menemukan jalannya untuk masuk ke dalam tubuh manusia dan menghasilkan efek yang sama. Manusia yang terinfeksi Cordyceps perlahan namun pasti, kehilangan kendali atas diri mereka sendiri.


Diliputi dengan kesedihan atas tragedi yang menimpa anaknya – Sarah, Joel terus melanjutkan hidup. 20 tahun setelahnya, dunia masih berada di ujung krisis.

Joel, adalah saksi dari permulaan mimpi buruk ini. Ketika Cordyceps pertama kali menginfeksi begitu banyak orang dan menyebar dengan cepat, Sarah – anak Joel satu-satunya menjadi salah satu korban dari tragedi ini. Dirundung kesedihan dan penyesalan, Joel terus melanjutkan hidupnya yang hampa. Setelah 20 tahun, manusia yang berhasil selamat mulai membentuk hidup mereka kembali. Zona-zona karantina dibangun untuk mengakomodir hidup mereka yang masih sehat, sekaligus mengamankan mereka dari serangan mereka yang terinfeksi. Peraturan keras tanpa kompromi ditetapkan, dari jam malam, monopoli distribusi makanan, hingga eksekusi mati untuk mereka yang terinfeksi secara langsung. Selama 20 tahun, tidak ada cara untuk mengembalikan mereka yang terinfeksi.



Melakui kontak dengan organisasi anti pemerintah – Firefly, Joel dan Tess diminta untuk mengirimkan sebuah kargo berharga ke markas besar mereka: seorang anak kecil bernama Ellie.

Lantas apa yang membuat Ellie begitu istimewa? Ia menjadi satu-satunya manusia yang memperlihatkan resistance terhadap Cordyceps. Firefly percaya bahwa Ellie akan menjadi jawaban utama untuk menghancurkan infeksi jamur mematikan ini.
Namun persinggungan Joel dan sang partner – Tess dengan organisasi “teroris” Firefly yang anti pemerintahan menimbulkan harapan baru. Joel dan Tess diminta untuk mengantarkan sebuah kargo berharga menuju markas utama Firefly dengan segudang senjata sebagai bayaran. Kargo seperti apa? Seorang anak perempuran berusia 14 tahun bernama Ellie. Pertanyaan pun mengemuka, apa yang begitu penting dengan anak tanpa orang tua ini?

Perjalanan Joel dan Tess menemukan sebuah fakta yang mengejutkan. Berbeda dengan sebagian manusia terinfeksi Cordyceps yang akan mulai berubah dalam kurun waktu dua hari dan kehilangan kesadaran, Ellie memperlihatkan sisi resistance yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Ia sudah terinfeksi lebih dari tiga minggu dan sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit. Hebatnya lagi, daya tahan Ellie juga memungkinkannya untuk masuk ke dalam area yang teinfeksi spora Cordyceps tanpa perlu menggunakan masker gas sama sekali. Perjalanan untuk sekedar mencari senjata, berubah menjadi misi suci untuk menyelamatkan umat manusia. Bagi Ellie yang belum pernah melihat dunia luar sebelumnya, ini adalah petualangan yang sudah lama ia nantikan.


Dengan ancaman para Infected yang berbahaya, mampukah Joel membawa Ellie ke tujuan akhirnya?

Namun bukan hanya para Infected – Runner dan Clickers yang harus dihadapi oleh Joel dan Ellie. Dengan runtuhnya sistem sosial, manusia yang bertahan hidup juga mulai membentuk kelompok mereka sendiri, dengan satu tujuan sederhana yang tidak berbeda dengan masa barbarian: mencari sumber daya tanpa batasan norma sekali. Tidak ada batas kekejaman, yang ada hanyalah keinginan untuk bertahan hidup di dunia yang kian tidak bersahabat.

Trailer



Gameplay EA


Source:



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Powered by Blogger.

Followers

- Copyright © Black Smeagol -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -